Oknum Brimob Perkosa ABG Belum Jadi Tersangka, Komisi III Minta Kapolri Bertindak

    WARTABANJAR.COM – Oknum perwira Brimob berinisial HST belum jadi tersangka di kasus perkosaan gadis berusia 15 tahun bareng 10 pria di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng).

    Kasus yang mencoreng institusi Polri ini mendapat sorotan Anggota Komisi III DPR-RI Ahmad Ali.

    Ahmad Al;i mengatakan penanganan kasus ini menjadi pertaruhan bagi institusi Polri.

    BACA JUGA: Modus Buka Kelas Pengajian Seks, Oknum Pimpinan Ponpes Perkosa 41 Santriwati

    “Pak Kapolri selalu mengatensi kasus-kasus ini. Saya hanya ingin berpesan kepada kepolisian bahwa kalian sedang mempertaruhkan nama baik kepolisian, kalian harus menjaga kepercayaan publik itu sudah dibangun oleh Mabes Polri, khususnya Kapolri jangan pertaruhkan dengan kasus ini,” kata Ahmad Ali, Selasa (30/5/2023).

    Ahmad Ali awalnya menyinggung soal 5 dari total 10 tersangka di kasus ini belum ditahan. Dia menegaskan pentingnya bagi pihak kepolisian untuk menahan lima tersangka yang masih berkeliaran tersebut.

    Selanjutnya Ahmad Ali berbicara tentang status oknum Brimob HST menjadi satu-satunya dari 11 terduga pelaku yang belum tersangka. Dia memahami kepolisian perlu berhati-hati dalam penetapan tersangka, namun pengakuan korban bahwa oknum Brimob tersebut terlibat dapat ditelusuri.

    “Menyangkut satu nama yang diduga juga ikut dilakukan oleh (oknum) anggota kepolisian (dari) Brimob, tentunya ini perlu dikonfirmasi secara berhati-hati karena peristiwa ini kan tidak terjadi secara bersamaan tetapi berkala. Artinya memang menjadi saksi kunci si korban karena korban yang mengalami peristiwa tersebut,” kata Ahmad Ali.

    “Tapi tentunya korban menyebut seseorang pasti dia memiliki alasan. Nah, pertama kan bagaimana kemudian dia berkenalan, bagaimana korban bisa menyebut nama tersebut. Tentunya itu bisa ditelusuri, apakah serta merta nama ini disebut ketika peristiwa itu terjadi atau dia sudah berkenalan sejak berapa lama?,” katanya.

    Selain itu, Ahmad Ali juga menyinggung perlunya pihak kepolisian merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam penanganan kasus ini.

    “UU TPKS itu harusnya menggunakan itu sebagai rujukan penindakan hukum ini,” katanya.

    Kronologi Perkosaan

    Kasus perkosaan ABG di Parimo ini berawal saat korban yang merupakan gadis asal Poso menjadi relawan banjir bersama rekan-rekan komunitasnya di Desa Torue, Kecamatan Torue, Parimo pada April 2022.

    “(Korban) pergi dengan kawan-kawan komunitas, temannya di Poso. Dia (korban) membawa bantuan banjir Torue (di Parimo),” ujar pendamping hukum korban dari UPT DP3A Sulteng bernama Salma kepada detikcom, Senin (29/5/2023).

    Menurut Salma, banjir di Desa Torue memang parah hingga memakan korban jiwa. Korban bersama teman komunitasnya kemudian mengantar bantuan ke lokasi.

    “Banjir Torue (di Parimo) itu parah karena sudah ada korban jiwa dan banjir bandang ya waktu itu kalau tidak salah tahun lalu,” bebernya.

    Usai menyalurkan bantuan, korban bersama temannya menginap di salah satu penginapan di Parimo. Salma mengatakan di penginapan itulah korban pertama kali diperkosa oleh salah satu pelaku.

    “Iya tinggal di penginapan dengan temannya, ada temannya. Pelaku yang datang ke penginapan. Dalam proses menyerahkan bantuan ya di situlah berinteraksi dengan 11 pelaku,” jelasnya.

    “Yang pertama sekali yang saya dapat keterangan yang di penginapan (pertama kali terjadi pemerkosaan). Jadi korban menginap di salah satu penginapan kemudian didatangi salah satu pelaku. Itu yang pertama,” katanya.

    Salma juga mengungkap jika sebelum pemerkosaan itu terjadi, korban memilih tidak kembali ke Poso lantaran dijanjikan pekerjaan oleh para pelaku. Korban diimingi bisa bekerja di rumah makan.

    “Iya, jadi dia berinteraksi dengan para pelaku ini terutama itu, Pak Arif (satu dari 11 terduga pelaku) itu yang guru. Dia (Arif) menjanjikan kerja. Diiming-imingi kerja, pekerjaan apa saja, di rumah makan. (Aslinya) tidak ada itu pekerjaan,” terangnya.

    BACA JUGA: Mencuat Isu Jual Beli Restorative Justice dan LPSK Kasus Perkosaan di Kemenkop, Kejagung Buka Suara

    Mulai saat itu, satu per satu dari 11 terduga pelaku mulai memperkosa korban dengan berbagai imbalan. Para pelaku yang saling mengenal juga membarter korban dengan narkoba jenis sabu, termasuk mengancam korban dengan senjata tajam.

    “Menurut korban dia dibarter, cuman belum sempat perjelas dibarter dengan narkoba atau apa cuman dia bilang dibarter, ditukar dia. Kemungkinan yang kami pahami dibarter kemungkinan dibarter dengan narkoba karena di antara pelaku ini ada yang saling kenal kan,” kata Salma.

    Diancam dan Dicekoki Narkoba

    Salma mengatakan pemerkosaan terjadi dalam kurun waktu April 2022 hingga Januari 2023. Salma mengungkap pemerkosaan yang dialami korban kerap didahului dengan bentuk kekerasan lainnya seperti diancam parang hingga dicekoki narkoba.

    “Informasi yang saya dapat dari orang tuanya (korban) bahwa setiap dia (korban) akan diperkosa dari beberapa pelaku ada yang melakukan pengancaman dengan parang, ada yang kemudian mencekoki dia narkoba (jenis sabu) dan ada yang kemudian mengancam dia dengan senjata,” ujar Salma kepada detikcom, Sabtu (27/5).

    Namun Salma mengaku pihaknya belum memastikan apakah pengancaman memakai senjata itu dilakukan oleh oknum Brimob atau tidak. Pihaknya masih mendalami informasi dari keluarga korban.

    “Saya tidak tahu apakah senjata yang dimaksud dilakukan oleh oknum Brimob atau tidak,” jelasnya.(wartabanjar.com/berbagai sumber)

    editor : didik tm

    Baca Juga :   Buntut Temuan Tujuh Jenasah Remaja di Kali, Polres Bekasi Buka Layanan Pengaduan

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI