Baca juga: 9 Kali Guguran Lava Pijar dari Gunung Merapi
Kilicdaroglu, 74 tahun, adalah kandidat dari aliansi oposisi enam partai, dan memimpin Partai Rakyat Republik (CHP), yang dibentuk oleh pendiri Turki Mustafa Kemal Ataturk. Kubunya telah berjuang untuk mendapatkan kembali momentum setelah secara mengejutkan membuntuti suara Erdogan di babak pertama.
“Saya memerintahkan untuk menyingkirkan rezim tiran ini… Saya mengundang semua warga negara saya untuk memberikan suara mereka,” kata Kilicdaroglu, setelah memberikan suaranya di Ankara.
Presiden Turki ini menjadi menarik perhatian saat kampanye berlangsung.
Dia terus berjuang untuk dapat bertahan dari ujian politik terberatnya.
Dia menjadikan kesetiaan yang kuat, dari orang-orang Turki yang saleh, yang pernah merasa dicabut haknya ketika Turki dipimpin sekuler.
Karir politiknya menanjak dan selamat dari kudeta yang gagal serta tuduhan skandal korupsi.
“Turki memiliki tradisi demokrasi yang sudah berlangsung lama dan tradisi nasionalis yang telah berlangsung lama, dan saat ini jelas nasionalislah yang menang. Erdogan telah memadukan kebanggaan agama dan nasional, menawarkan pemilih anti-elitisme yang agresif,” kata Nicholas Danforth, sejarawan Turki dan rekan non-residen di lembaga pemikir, ELIAMEP.
“Lebih banyak Erdogan berarti lebih banyak Erdogan. Orang-orang tahu siapa dia dan apa visinya untuk negara ini, dan tampaknya banyak dari mereka yang setuju (memilihnya),” imbuhhnya.
Erdogan telah mengambil kendali ketat atas sebagian besar institusi Turki dan mengesampingkan kaum liberal dan kritikus. Human Rights Watch, dalam Laporan Dunia 2022, mengatakan pemerintah Erdogan telah mundur dari catatan hak asasi manusia Turki selama beberapa dekade. (berbagai sumber)