WARTABANJAR.COM – Junta militer Myanmar dilaporkan membakar hidup-hidup warganya saat KTT ASEAN digelar 10 Mei lalu.
Warga sipil yang menjadi korban adalah perempuan, lanjut usia (lansia) dan anak-anak di bawah umur yang tak berdosa.
Radio Free Asia (RFA) bahkan melaporkan total ada 19 warga tewas mengenaskan.
Ini diakui baik kerabat korban, saksi, maupun juru bicara pemerintah bayangan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).
Tragisnya lagi, insiden ini bersamaan saat konferensi tingkat tinggi atau KTT ASEAN berlangsung di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Pasukan junta melancarkan aksi diduga sebagai aksi balasan atas tindakan kelompok pemberontak di Karen, Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) dan Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA).
BACA JUGA: Konvoi Kendaraan Diplomat RI di Myanmar Diserang Kelompok Bersenjata, Mobil Ditembaki
Saat itu, kelompok pemberontak meledakkan tambang di kawasan Bago. Imbas serangan tersebut, sekitar 30 tentara junta tewas.
“Setelah itu, tentara junta ke Desa Nyaung pin Thar. Pertempuran juga pecah di sana,” kata salah satu pemberontak, seperti dikutip Radio Free Asia (RFA).
Sejumlah warga mengatakan pasukan junta menahan beberapa orang yang tinggal di Desa Nyaung Pin Thar di kawasan Bago. Pasukan kemudian membakar 19 warga sekitar pukul 17.00.
Dari jumlah itu, lima di antaranya merupakan satu keluarga termasuk anak-anak berusia 6 tahun.
Sumber tersebut baru mengetahui pasukan junta membakar hidup-hidup setelah pertempuran rampung.
“Kami baru tahu semalam, setelah pertempuran berakhir, bahwa mereka membunuh warga-warga di desa itu. Kami baru menemukan jasad mereka pagi ini,” ujar dia.
Hingga kini, junta militer Myanmar belum memberikan keterangan resmi mengenai insiden ini.
Pembakaran hidup-hidup terhadap belasan warga berlangsung saat KTT ASEAN digelar di Labuan Bajo. Isu Myanmar menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan itu.
Para pemimpin ASEAN itu bahkan merilis pernyataan yang mengecam serangan terhadap konvoi diplomat yang membawa bantuan di Myanmar. Konvoi ini mencakup diplomat Indonesia dan Singapura.
Selama KTT, Presiden Indonesia Joko Widodo dan sejumlah kepala negara lain terus menyerukan agar kekerasan di Myanmar segera dihentikan.
Myanmar berada dalam krisis politik dan kemanusiaan usai militer menggulingkan pemerintah sah pada 1 Februari 2021 lalu.
Tak terima dengan kudeta itu, warga menggelar demo besar-besaran di berbagai penjuru.
Dua bulan usai pengambilalihan paksa ini, ASEAN turun tangan. Organisasi tersebut menggelar pertemuan khusus yang menghadirkan kepala negara anggota, termasuk junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, pada April 2021 di Jakarta.
Pertemuan tersebut menghasilkan lima poin konsensus. Beberapa di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, dan harus ada dialog konstruktif mencari solusi damai.
BACA JUGA: 20 Korban Perdagangan Orang di Myanmar Dipulangkan ke Indonesia
Dua tahun berlalu, Myanmar tak kunjung memenuhi konsensus itu. ASEAN lalu mengambil sikap untuk tak melibatkan Myanmar dalam pertemuan organisasi ini.
Pernyataan NUG
Sementara itu, dalam pernyataan berbeda, NUG dan para saksi mengatakan para korban berusia antara lima hingga 70 tahun. Dari 18 korban awal ada 10 perempuan dan delapan laki-laki, dengan sebagian besar berumur di atas 50 tahun.
“Ini adalah pembantaian lain yang dilakukan oleh dewan militer,” kata juru bicara NUG Nay Phone Latt.
Sayangnya, juru bicara junta militer wilayah Bago Tin Oo tak memberi komentar. Pasukan Junta dilaporkan telah melakukan 64 pembunuhan massal di seluruh Myanmar antara tanggal 1 Februari.
Sebelumnya, kudeta dari 2021 hingga pertengahan Maret 2023, mengakibatkan kematian 766 orang. Ini merupakan data resmi Kementerian Hak Asasi Manusia NUG.(wartabanjar.com/berbagai sumber)
editor : didik tm
SADIS! Pasukan Junta Myanmar Bakar 19 Warga Hidup-hidup Termsuk Anak-anak Tak Berdosa
Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com