Baru saja sampai di depan pagar, di depan rumah telah berdiri Papa dan Mama.
Mereka membantu membuka pagar, membuka pintu mobil lalu Mama langsung menlontarkan pertanyaan tanpa basi-basi.
“Dari mana kalian?” tanya Mama dengan suara keras.
“Abis latihan basket, Ma,” sahutku.
Kami berdua memang telah berganti pakaian dan semua mukena dan sajadah sudah dimasukkan ke dalam tas dengan rapih.
“Kalian jangan berbohong, ya? Mama menangkap ada yang aneh dengan kalian berdua,” kata Mama lagi.
Aku menatap Mama yang nampak sangat kesal.
Sementara Papa cuma cengar-cengir bahkan mengedipkan sebelah matanya pada kami.
“Kami latihan basket, Ma. Masa Mama gak percaya sama anak sendiri?” kata adikku.
Rupanya omongan Adik membuat hati Mama tersentuh juga. Seperti sebelumnya, dia menatap kami bergantian dengan tajam, menghela napas panjang lalu berkata dengan suara halus, “Hmm…baiklah kalau begitu.”
“Yuk, kita ke atas, Ma,” kata Papa sambil menggamit tangan Mama untuk mengajaknya pergi dari situ. Sebelum masuk ke dalam rumah, Papa sempat-sempatnya menengok ke arah kami dan mengedipkan sebelah matanya sekali lagi sambil tersenyum dengan paras jail…
Aku masih termangu-mangu di depan rumah. Kecurigaan Mama mulai menghantui perasaanku. ‘Sampai berapa lama aku bisa mempertahankan rahasia ini?’ tanyaku dalam hati.
‘Daripada Mama yang menemukan rahasia ini, bukankah beliau lebih baik mengetahui semuanya langsung dari anaknya sendiri?’
“Mama!” Aku memanggil dan mengejar Mama yag sudah berada di dalam rumah.
Mama dan Papa membalikkan badan dan menunggu apa yang akan disampaikan anaknya.
Kembali kediaman berulang. Sesaat aku gentar hendak menyampaikan berita ini.