Hikmah ini terbukti dengan pembahasan status air liur anjing yang semuanya bermuara pada kebenaran ajaran Islam.
Sekadar contoh, status kenajisan anjing dalam Mazhab Syafi’i dan Hanbali ternyata dikuatkan oleh sains modern.
Sebagai landasan ilmiah, sebuah syarah kitab dari Mazhab Hanbali memaparkan alasan logis kenajisan anjing tersebut.
Kitab itu berjudul Ihkamul Ahkam Syarah ‘Umdatul Ahkam yang ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir.
Kitab ‘Umdatul Ahkam ditulis oleh ulama dari Mazhab Hanbali yang bernama Abdul Ghani Al-Maqdisi. Syarahnya yang berjudul Ihkamul Ahkam ditulis oleh Ibnu Daqiq Al-Id.
Dalam kitab yang ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir, ternyata ada catatan kaki yang menjelaskan landasan ilmiah kenajisan anjing dari sisi kesehatan.
Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Hurairah yang dijelaskan dalam kitab tersebut artinya: “Apabila anjing minum dari wadah salah seorang di antaramu, maka basuhlah tujuh kali.”
Dalam riwayat Muslim, yang pertama dengan debu. Hadits di atas sangat jelas menyatakan bahwa perkakas atau bejana yang disentuh atau dijilat oleh anjing dianggap najis dan kandungan di dalamnya juga menjadi najis sehingga harus dibuang.
Lebih lanjut dikatakan bahwa perkakas itu harus dicuci tujuh kali dengan air, yang salah satunya dicampur dengan debu atau tanah.
Mengapa peralatan itu harus dicuci tujuh kali dan apa hikmah di balik pencucian dengan debu atau tanah?
Catatan kaki kitab tersebut menjelaskan berdasarkan tinjauan sains modern sebagai berikut: “Harus jelas bahwa hanya untuk membersihkan sesuatu dari najis (ringan atau sedang), tidak perlu mencucinya sebanyak tujuh kali.