“Jika di lokasi tersebut ada pohon yang harus ditebang untuk kegiatan pembangunan, bisa dikenakan pasal illegal logging yang menyebabkan kerugian negara dan berbuah hukuman,” ungkap Fathimatuzzahra.
Untuk itu Kadishut yang biasa disapa Aya ini, meminta masyarakat agar lebih aware serta lebih berhati-hati saat ingin membeli lahan di sekitaran kawasan tersebut.
Masyarakat harus benar-benar memastikan lokasi maupun legalitas lahan yang akan dibelinya.
“Cek kembali alas haknya apa?, apakah dokumennya berupa girik, sertifikat, atau bukti kepemilikan lainnya,” katanya.
Kalau sudah sertifikat akan jauh lebih aman karena sudah melalui proses obyek dan subyek walaupun harus tetap dipastikan posisi tanahnya tidak berada dalam lokasi kawasan hutan lindung.
“Kalau belum bersertifikat harus lebih hati-hati dan cek langsung mulai RT, kepala desa, kelurahan, kecamatan, hingga kantor pertanahan setempat perihal legalitas tanah tersebut,” ujar Aya.
Kawasan hutan lindung di Liang Anggang Banjarbaru itu sendiri terdiri dari dua blok.
Blok pertama di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar dengan luas 960 hektare, sedangkan Blok II berada di Kecamatan Liang Anggang Banjarbaru dengan luas mencapai 1.290 hektare.
Soal kawasan hutan lindung di dua blok ini, penetapannya dimulai tahun 1991 setelah keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 612/Kpts-II/91 tanggal 4 September 1991 Tentang Penetapan Kelompok Hutan Liang Anggang yang Terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Banjar, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan, Seluas 2.250 (Dua Ribu Dua Ratus Lima Puluh) Ha, Sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi Lindung.