Selain itu, turunnya harga minyak goreng tersebut, hanya bagian dari promosi menjelang Lebaran.
Sedangkan, untuk melihat efek kebijakan pemerintah itu, perlu dilihat dari periode yang cukup.
“Kalau saat ini, saya rasa hanya bagian dari promosi menjelang lebaran. Belum terlihat efek larangan ekspor crude palm oil (CPO) dari pemerintah. Jika ingin mengecek apakah ada efek dari kebijakan pemerintah, perlu periode yang cukup. Coba sebulan nanti, apakah ada penurunan harga apa tidak dan penurunan tersebut bukan berasal dari diskon,” jelasnya.
Senada, Corporate Affairs Director Alfamart, Solihin mengungkapkan bahwa itu hanyalah kerja sama antara principal minyak goreng dan juga para produsen maupun peritel.
“Ritel itu tentunya masing-masing punya program di waktu tertentu. Itu nggak berlaku di semua gerai ritel juga kok. Harga itu kan, ditentukan oleh demand dan supply. Itu bentuk strategi kerja sama antara principal dan produsen. Kalau demand-nya banyak, otomatis akan ada persaingan harga. Namanya orang dagang, stok banyak nanti kalau nggak ada yang beli mungkin bakalan bisa kedaluwarsa. Nah, jadi masing-masing merek kan pastinya ingin dibeli masyarakat,” ungkapnya.
Ekonom Centre of Reform on Economic (Core) Indonesia, Yusuf Rendi juga mengatakan, masih terlalu dini untuk melihat efek kebijakan baru pemerintah itu.
“Masih terlalu dini mengatakan penurunan di satu titik, untuk menunjukkan adanya dampak dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Apalagi jika mengacu pada perkembangan harga nasional, dari kebijakan pelarangan ekspor belum terlihat karena harga untuk beberapa komoditas minyak goreng masih berada kisaran harga yang relatif tinggi,” ujar Yusuf. (berbagai sumber)