Terhitung, sejak 2021, kedua terdakwa ini mendapat proyek pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi di Dinas PUPRP HSU, dengan sepengetahuan Abdul Wahid selaku pemegang kuasa anggaran.
Sebelum lelang diumumkan di LPSE, para terdakwa; Marhaini dan Fachriadi bertemu Maliki di Kantor Dinas PUPRP HSU di Amuntai.
Dalam pertemuan itu, Maliki mengungkap adanya perintah dari Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid mengenai plotting pekerjaan kepada para calon pemenang proyek.
Proyek itu adalah rehabilitask jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kecamtan Amuntai Selatan berpagu anggaran Rp 2 miliar.
Satu lagi, proyek serupa di Banjang yang nilainya hampir sama.
Ada syarat yang diberikan Maliki kepada para kontraktor sebelum menang lelang.
Yakni, menyerahkan komitmen fee sebesar 15 persen dari nilai pagu pekerjaan sebesar Rp 300 juta. Uang itu diserahkan kepada atasannya, Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid.
Kedua kontraktor ini menyanggungi memberi sejumlah uang kepada Maliki yang mengalir ke Abdul Wahid.
Cara pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai termin pembayaran kontrak kerja.
Atas persetujuan Abdul Wahid, akhirnya Fachriadi dan Marhaini dengan bendera perusahaan memenangkan proyek irigasi di Dinas PUPRP HSU.
Khusus untuk Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru memenangkan proyek irigasi bernilai Rp 1.555.503.400 atau Rp 1,5 miliar lebih.
Sementara, Direktur CV Hanamas Marhaini mendapat proyek irigasi senilai Rp 1.971.579.000 atau Rp 1,9 miliar lebih.
Begitu pencairan uang muka, komitmen fee yang dijanjikan dicairkan.