Target spektakuler ini dituangkan dalam peta jalan transisi energi Indonesia yang disebut National Energy Grand Strategy.
Dalam roadmapmenyebutkan bahwa dengan kondisi bauran energi saat ini yang masih berada pada level sekitar 9%, maka pada tahun 2050 akan meningkat menjadi 31%.
“Untuk dapat memberikan hasil yang signifikan dalam memitigasi perubahan iklim, maka dengan pola bisnis seperti saat ini, sektor Migas secara global harus mengurangi emisi setidaknya 3,5 gigaton setara karbon dioksida (GtCO2e) per tahun pada tahun 2050,”ungkap Nicke.
Bahkan, jika permintaan energi migas masih seperti kondisi normal, maka sektor Migas dapat mengurangi sebagian besar emisinya, dengan biaya lebih rendah dari rata-rata US$ 50 per ton setara karbon dioksida.
Hal ini dapat dilakukan melalui intervensi pada kegiatan yang paling menghemat biaya.
Menurut Nicke, perubahan dan penyesuaian proses bisnis akan membantu perusahaan mengurangi konsumsi energi dan mendukung pengurangan emisi.
Selain itu, lanjut Nicke, Pertamina memiliki beberapa program yang merupakan Program Environmental, Social, & Governance(ESG) yang sebagian besar arahnya adalah dekarbonisasi.
Pada tahun 2020 lalu, Pertamina telah memberikan kontribusi dalam penurunan emisi sebesar 27,08% dibandingkan dengan target nasional sebesar 26%.
Pencapaian penurunan emisi tersebut antara lain diperoleh dari pemanfaatan Gas Suar di sektor hulu dan pengolahan, baik untuk bahan bakar penggunaan sendiri dan untuk pasokan gas ke pelanggan.
Pemanfaatan kembali limbah panas di hulu dan kilang serta inisiatif efisiensi energi dalam kegiatan panas bumi dan lainnya.