Adapun, situasi darurat di mana anak perlu perlindungan khusus, contohnya seperti Pasal 1 ayat 2 PP 78 tahun 2021, yaitu ketika anak butuh jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Setidaknya ada 20 kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, di antaranya anak korban eksploitasi seksual, anak korban jaringan terorisme, anak korban kekerasan fisik, anak korban perdagangan, dan anak korban dampak bencana, termasuk bencana non alam seperti pandemi COVID-19.
Bentuk Perlindungan Khusus Anak yang diberikan adalah penanganan cepat termasuk pengobatan dan rehabilitasi, pendampingan psikososial, pemberian bansos bagi anak dari keluarga tidak mampu, serta perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Adapun dari perspektif yuridis, PP ini merupakan amanat dari UU Nomor 35 tahun 2014 mengenai Perlindungan Anak, yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan khusus bagi anak melalui pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).
Menteri Johnny menyebutkan, terbitnya PP ini adalah bentuk afirmatif komitmen negara dalam melayani kebutuhan perlindungan khusus bagi anak, mengingat masalah perlindungan ini tak bisa diselesaikan secara terpisah.
Penerbitan PP juga memperjelas tugas dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga dalam memastikan perlindungan khusus anak secara menyeluruh.
“Tentu saja terbuka ruang bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam memberikan perlindungan. Masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan anak yatim piatu yang ditinggalkan atau terpisah dari orang tua karena COVID-19, juga dapat melapor ke aparat setempat atau dinas sosial,” kata Menkominfo.