WARTABANJAR.COM, BANJARMASIN-COVID-19 tak hanya dapat mengganggu kesehatan fisik seseorang, namun juga psikis.
Beberapa orang mengatakan mengalami gangguan tidur selama pandemi COVID-19 yang disebut coronasomnia.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa atau Psikiatri, dr. Andri, Sp.KJ mengatakan gangguan tidur saat masa pandemi biasanya mulai dialami sejak seseorang terinfeksi COVID-19.
“Jadi pada saat dia terinfeksi corona itu, pada saat sakit tuh mereka sudah mengalami gangguan tidur. Terutama biasanya pada orang-orang yang mungkin tidak menyangka ya kalau dia tuh bisa kena Covid,” kata dr. Andri saat dihubungi ANTARA, Rabu (4/8/2021).
Selain itu, dr. Andri juga menjelaskan bahwa gangguan tidur juga dapat dialami seseorang meski tidak terkena virus corona, biasanya karena mereka tidak menerima kondisi pandemi ini.
“Kayak ketakutan yang luar biasa akibat pemberitaan terkait Covid. Mungkin banyak yang mengatakan ‘Oh ini bisa mati’ bisa kenapa-napa. Itu salah satunya,” ujarnya.
Coronasomnia juga bisa dialami orang-orang yang memang sudah memiliki riwayat gangguan kecemasan sebelumnya.
Sehingga, gangguan kecemasan yang sudah ada akan memperparah kondisi seseorang.
Untuk menangani gangguan ini, dr. Andri menjelaskan cara untuk menanganinya adalah dengan mengonsumsi obat tidur.
Kedua, psikiater pun akan membantu pola tidur menjadi lebih baik.
Selain gangguan tidur, gangguan lainnya yang banyak dialami masyarakat di tengah pandemi ini adalah gangguan kecemasan.
“Paling banyak ya gangguan kecemasan ya. Jadi dari awal 2020 Maret itu sebenarnya pasien-pasien yang mengalami gangguan kecemasan itu dominan ya. Jadi cuma khawatir ada gejala-gejala batuk pilek, waduh jangan-jangan COVID. Terus nanti ada sesak-sesak sedikit kecapekan, dikiranya COVID gitu ya. Tapi kalau yang sekarang, enam bulan terakhir nih dari mulai Januari ya sebenarnya sampai sekitaran bulan Juni kemarin, itu yang paling banyak memang sudah kecemasan akibat kondisi COVID itu sendiri sudah berada di tengah-tengah mereka. Misalnya di keluarganya, bahkan kena juga sendiri gitu,” paparnya.
Melihat hal ini, dr. Andi berpendapat bahwa masalah gangguan kecemasan akibat COVID-19 ini kurang baik bagi kondisi masyarakat, terlebih lagi jika seseorang memang memiliki riwayat gangguan kecemasan.
Dr. Andri menyarankan, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari gangguan-gangguan ini adalah dengan mengurangi asupan berita-berita negatif terkait COVID-19.
“Otak kita ini memang dari dulunya dirancang ya itu memang untuk merespon hal-hal negatif lebih baik daripada hal-hal positif. Jadi, kalau misalnya ada sesuatu yang positif, itu masuknya ke dalam otak tuh lebih lama gitu. Karena nanti selalu akan ada pikiran bagaimana kalau nggak begitu yang terjadi. Itu namanya negativity bisa ya kalau kita di dalam ilmu kedokteran jiwa bilangnya seperti itu,” ujarnya.
Namun karena saat ini pemberitaan sudah ada dimana-mana seperti WhatsApp grup, media sosial, dan lain sebagainya, mungkin akan sedikit sulit bagi masyarakat untuk menghindari berita tersebut.
“Kalau enggak bisa, kasih waktu. Kalau misalnya mau melihat berita-berita itu persiapkan diri dulu. Misalnya dengan melakukan relaksasi, melakukan hal-hal yang menyenangkan. Atau misalnya membaca sesuatu yang baik seperti kitab suci,” tuturnya.
Tak hanya itu, dr. Andri juga menyarankan agar masyarakat tetap berolahraga dan lakukan aktivitas fisik di bawah sinar matahari serta mengonsumsi vitamin dan menyeimbangkannya dengan asupan makanan yang bergizi. (ant)