Oleh : Nadhiv Audah SH
WARTABANJAR.COM, BANJARBARU – Pandemi Covid 19 masih belum selesai sampai dengan saat ini, implikasi dari hal tersebut diantaranya banyak usaha baik swasta maupun dari perusahaan pemerintah yang mengalami kerugian.
Salah satu kerugian yang dialami pengusaha dalam bidangnya yaitu banyaknya pekerjaan yang telah disiapkan berdasarkan kesepakatan dibatalkan secara sepihak oleh pemberi pekerjaan, seperti usaha wedding organiser yang telah membayar vendor untuk pekerjaannya ternyata secara tiba-tiba dibatalkan akibat dibatalkannya acara pernikahan atau beberapa kontraktor yang telah bersiap melakukan pekerjaan berdasarkan kesepakatan ternyata tiba-tiba dibatalkan karena alasan tertentu.
Masih banyak lagi usaha-usaha lain yang secara sepihak dibatalkan pekerjaannya padahal pekerjaan tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Dalam hal ini tentu ada dampak hukum akibat dibatalkannya perjanjian secara sepihak tersebut.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1320 menyebutkan syarat sahnya perjanjian diantaranya :
- Adanya kesepakatan kedua belah pihak;
- Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
- Adanya Obyek atau suatu pokok persoalan tertentu;
- Adanya kausa atau sebab yang halal.
Dari Pasal diatas mengenai angka 1 dan 2 merupakan syarat subyektif, yang artinya jika tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan angka 3 dan 4 merupakan syarat obyektif, yang artinya jika tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum.
Maksud dari dapat dibatalkan yaitu salah satu pihak bisa mengajukan pembatalan tersebut kepada pengadilan yang berwenang, apabila tidak dimintakan pembatalan oleh pihak yang berhak maka perjanjian tersebut tetap mengikat kedua belah pihak. Sedangkan batal demi hukum yaitu dari awal perjanjian dianggap tidak pernah terjadi atau tidak memiliki kekuatan hukum.