WARTABANJAR.COM, BANJARBARU – Data angka perkawinan anak terdapat perbedaan antara Kementerian Agama, Pengadilan Agama, hingga Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalsel. Hal itu terungkap dalam Forum Grup Diskusi (FGD) RAD Pencegahan Perkawinan Anak Provinsi Kalimantan Selatan, Selasa (27/05) di Setdaprov Kalsel, Banjarbaru.
Kurun waktu 2018 – 2020 tercatat 1.219 pernikahan anak dengan dispensasi dari kementerian agama. Sementara data pengadilan agama mencatat 1.419 kasus dan BPS merilis kasus di 2019 sebesar 39,53 persen dari jumlah seluruh perkawinan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setempat, mengajak semua unsur terkait, menyusun strategi penurunan kasus perkawinan anak di bawah umur atau kawin dini yang masih banyak terjadi.
Penjabat Gubernur Kalsel, Safrizal ZA meminta data ini disinkronkan untuk menekan laju jumlah perkawinan anak, termasuk mengurangi pernikahan tanpa melalui KUA atau tidak resmi, dibawah tangan yang diduga banyak dilakukan masyarakat.
“Perkawinan anak non izin juga harus dipantau, dianalisa baru bikin strategi apa yang bisa dilakukan,” kata Safrizal.
Dirinya meminta program ini bisa lebih fokus di enam daerah yang terjadi kasus di atas 100 selama 2018 – 2020 yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala dan Tanah Bumbu.
Penyebab tinggi perkawinan dini adalab ketidaksetaraan gender, ekonomi dan kemiskinan, globalisasi atau prilaku remaja dan regulasi.