Mengenai hal tersebut, memang Pengadilan hanya menerima bukti apabila surat perjanjian telah dibubuhi materai atau membayar pajak kepada Negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) b UU Bea Materai menjelaskan bahwa bea materai dikenakan atas suatu dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di Pengadilan.
Akan tetapi tidak berarti surat perjanjian yang belum dibubuhi materai langsung dinyatakan tidak diterima oleh Pengadilan sebagai alat bukti. Surat perjanjian yang belum dibubuhi materai tersebut dapat melakukan pelunasan bea materai dengan cara Pemateraian Kemudian (nazegeling).
Pemateraian Kemudian ini lanjutnya merupakan cara pelunasan bea materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan para pihak dalam perjanjian yang bea materainya sebelumnya telah dilunasi sebagaimana mestinya.
Pemateraian ulang ini telah diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemateraian Kemudian. Selain itu juga pemateraian ulang akan dikenakan kewajiban untuk melunasi denda administratif senilai 200 persen dari nilai bea materai yang ditetapkan dalam UU Bea Materai.
Oleh sebab itu materai bukan menjadi syarat sah perjanjian, namun hanya memiliki fungsi terbatas sebagai kontribusi wajib yang harus dilunasi para pihak yang membuat perjanjian menurut perundang-undangan. (has)
Editor : Hasby