Untuk itu, dalam Pasal 5 ayat (1) PP Nomor 20/2021 menyebutkan, apabila pemilik tanah dengan sengaja tidak mempergunakan atau memanfaatkan tanah tersebut untuk dikuasai, maka akan diambil alih oleh Negara.
“Dalam hal ini pemerintah ingin menegaskan bahwa, kita bukan hanya membeli dan memilki surat tanah saja, melainkan tanah tersebut harus dipergunakan untuk dikuasai dan melaporkan secara berkala kepemilikan tanah tersebut kepada kantor pertanahan,” jelasnya.
Tanah hak milik bisa menjadi tanah terlantar sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) apabila tanah tersebut menjadi wilayah perkampungan, dikuasai pihak lain selama 20 tahun terus menerus atau fungsi sosial dari hak atas tanah tersebut tidak terpenuhi.
Oleh sebab itu menurut Nadhiv, walaupun tanah tersebut telah memiliki surat SHM, namun tidak dipergunakan untuk dikuasai dengan benar, SHM tersebut akan hilang fungsi kepemilikannya.
Namun dalam hal ini pemerintah juga ada proses dalam menentukan tanah hak milik tersebut dinyatakan tanah telantar, yang mana pemerintah melalui Kantor Pertanahan melakukan inventarisasi tanah yang terindikasi telantar tersebut.
Dia juga menjelaskan, dalam Pasal 11 ayat (3) PP Nomor 20/2021 menyebutkan proses inventarisasi tanah terindikasi telantar bisa dilakukan atas dasar laporan dari pemegang tanah itu sendiri, pemantauan Kantor Pertanahan, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah atau masyarakat.
Selanjutnya Pasal 22 ayat (2) PP No. 20/2021 menyebutkan setelah adanya laporan tersebut maka Kantor Pertanahan melakukan evaluasi, peringatan, dan penetapan tanah telantar tersebut.