WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Pemerintah diminta untuk menunda kenaikan tarif royalti tambang mineral dan batu bara (minerba), terutama menyasar nikel.
Dikhawatirkan, kenaikan tersebut menambah beban pelaku usaha yang sudah terdampak tingginya biaya produksi.
“Kami dari Komisi XII meminta agar pemerintah tidak tergesa-gesa menaikkan tarif royalti tambang. Banyak pelaku usaha tambang, khususnya pemilik IUP, mengeluhkan biaya produksi yang sangat tinggi. Kami sarankan kebijakan ini ditunda dulu, sambil melihat kondisi di lapangan,” ujar Anggota Komisi XII DPR RI Syafruddin melalui siaran pers Parlementaria, Minggu (23/3/2025).
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah mengusulkan penyesuaian tarif royalti melalui revisi dua regulasi penting, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta PP Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Syafruddin mengingatkan meskipun harga komoditas tambang, seperti nikel saat ini relatif baik, namun biaya produksinya tetap tinggi dan membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah.
“Memang harga sudah membaik, tapi karena biaya produksi nikel sangat tinggi, maka pemerintah juga harus mempertimbangkan itu. Jangan ampai kebijakan ini malah menambah tekanan bagi pelaku usaha tambang,” kata dia.
Dia menegaskan Komisi XII DPR RI akan menyampaikan aspirasi ini dalam forum resmi bersama mitra kerja terkait, terutama Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan selaku penentu kebijakan fiskal.