“Tujuan dari sembahyang ini adalah untuk kemakmuran semua umat, masyarakat, dan bangsa Indonesia agar lebih maju lagi,” ujar Awang.
Sementara itu, Wakil Ketua Klenteng Soetji Nurani, Johan, menambahkan bahwa bunyi tambur dan lonceng di awal ritual menandai kedatangan para dewa yang akan memberkati umat.
“Harapannya, di tahun Ular Kayu ini, kita semua diberikan keberuntungan yang lebih besar, kesehatan yang lebih baik, dan impian yang selama ini dicita-citakan bisa tercapai,” ungkapnya.
Menjelang akhir ritual, Matrisia memercikkan air suci kepada umat satu per satu sebagai simbol pembersihan diri dan berkah perlindungan.
Tak hanya itu, setiap umat juga menerima angpao atau amplop merah berisi kertas Hu, yakni jimat yang diyakini dapat menangkal bala dan membawa keberuntungan.
Salah seorang umat yang mengikuti sembahyang Tuhan, Yeni, menjelaskan ritual King Thi Gong bukan hanya sekadar tradisi tahunan, tetapi juga momen refleksi diri dan penguatan spiritual.
“Harapan saya di tahun ini tentu ingin lebih baik dari sebelumnya,” harap Yeni.
Semoga seluruh umat manusia, khususnya di Indonesia, selalu dalam lindungan dan dijauhkan dari marabahaya,” sambungnya.
Dengan doa dan harapan yang dipanjatkan, ritual King Thi Gong di Klenteng Soetji Nurani menjadi pengingat bahwa keberkahan dan perlindungan selalu menyertai mereka yang menjalani hidup dengan ketulusan. (Ramadan)
Editor: Yayu