WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Kebijakan ini diberlakukan dengan alasan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kenaikan tarif PPN diperkirakan akan mempengaruhi sejumlah barang dan jasa, terutama yang masuk dalam kategori mewah atau premium.
Baca juga:Partai Gerindra Bantah Menyerang PDIP Soal PPN 12 Persen
Meski menuai pro dan kontra, langkah ini juga diharapkan mampu menciptakan keseimbangan fiskal yang lebih baik dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Pemerintah menyebut bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dilakukan untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa, melainkan hanya diterapkan pada produk atau layanan yang tergolong mewah.
Beberapa sektor yang terdampak kenaikan ini mencakup layanan kesehatan dan pendidikan di segmen premium. Hal ini menunjukkan bahwa tarif PPN 12 persen ditujukan secara selektif untuk barang dan jasa tertentu yang memiliki nilai atau kategori eksklusif.
Sebagai informasi, barang kebutuhan pokok dan jasa esensial tertentu tetap dibebaskan dari PPN atau dikenakan tarif lebih rendah. Kebijakan ini diatur dalam peraturan yang bertujuan melindungi akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 merupakan bagian dari UU HPP. Undang-undang tersebut mengatur penyesuaian tarif PPN secara bertahap sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan.