Hal senada juga disampaikan Kepala Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, Almas Sjafrina bahwa wacana itu menunjukkan komitmen pemerintah yang menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa namun tak disertai penanganan luar biasa.
Baca juga: Sadis! Lelaki ini Membakar Seorang Wanita di Kereta Gara-Gara…
“Pengampunan kepada koruptor merupakan bentuk anomali kebijakan melawan korupsi yang juga bertentangan dengan perangkat hukum yang berlaku,” kata Almas.
Oleh karena itu, Kelompok Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak Presiden Prabowo menghentikan wacana AMNESTI Koruptor yang memberi maaf mereka karena bertentangan dengan hukum yang sedang berlaku. Presiden harus mengingat sumpahnya untuk menjalankan Undang-Undang, bukan untuk melanggar Undang-Undang.
Selain itu Presiden harus memfokuskan kinerja untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Perampasan Aset agar para koruptor dapat dimiskinkan. Dengan demikian, negara bisa merampas aset-aset yang didapatkan secara ilegal (illicit enrichment) dan aset-aset yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya (unexplained wealth). Hal ini sejalan dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Baca juga: Kecelakaan Maut di Tol Pandaan-Malang: Truk Vs Bus Rombongan SMP IT Bogor, 4 Nyawa Melayang
Presiden juga harus memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mendukung pimpinan yang baru untuk merekrut secara mandiri para penyelidik dan penyidik independen KPK. Hal itu agar KPK tidak tergantung pada Kepolisian.