WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menyoroti penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Pertanian sebesar 4,75 persen dibandingkan periode 31 Desember 2022. Wakil Ketua BAKN DPR RI, Herman Khaeron, menegaskan pentingnya pengelolaan PNBP yang baik untuk menjaga keberlanjutan penerimaan negara.
“PNBP ini merupakan pendapatan terbesar kedua setelah pajak. Oleh karenanya, PNBP harus dikelola dengan baik, dikembangkan secara tepat, dan dicegah dari potensi kebocoran. Ini penting agar sejalan dengan peningkatan penerimaan pajak dan kebutuhan anggaran untuk berbagai kegiatan pemerintah,” ujar Herman kepada Parlementaria di Lembang, Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/11).
Baca juga:Aktivitas Ilegal dan Ekonomi Bawah Tanah Apa Bedanya? Menkeu Kejar Potensi Pajak Underground Economy
Herman, yang akrab disapa Hero, menambahkan bahwa BAKN DPR RI akan terus mengawal pengelolaan PNBP agar tidak bocor atau menguap. Menurutnya, pengelolaan yang akuntabel dapat mendukung pelaksanaan program pembangunan yang lebih maju dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Peningkatan PNBP akan memberikan daya dukung bagi capaian-capaian yang dicanangkan pemerintah. Apalagi banyak program saat ini membutuhkan ketersediaan anggaran yang harus dijaga dengan baik,” tambahnya.
PNBP merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar setelah perpajakan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018, PNBP adalah pungutan yang dibayarkan oleh individu atau badan untuk manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya negara, yang dikelola dalam mekanisme APBN.
Kementerian Pertanian termasuk dalam kelompok kementerian yang berkontribusi terhadap PNBP lainnya. Realisasi pendapatan PNBP Kementan pada periode yang berakhir 31 Desember 2023 mencapai Rp600,73 miliar, turun 4,75 persen dibandingkan dengan Rp630,67 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun terjadi penurunan, realisasi PNBP Kementan untuk tahun 2023 mencapai 124,08 persen dari estimasi pendapatan yang ditetapkan sebesar Rp481,16 miliar. Salah satu sumber pendapatan terbesar adalah jasa karantina pertanian dan peternakan yang mencapai Rp321,35 miliar. Pendapatan ini berasal dari pelayanan jasa sertifikasi tindak karantina hewan dan tumbuhan.
Penurunan PNBP ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan regulasi, kinerja perekonomian, dan fluktuasi harga komoditas. Herman menegaskan bahwa BAKN akan terus mendorong Kementan untuk memperbaiki tata kelola PNBP agar capaian target pendapatan dapat kembali optimal.
“Kami akan memastikan rekomendasi dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI dapat segera ditindaklanjuti. Hal ini demi mengembalikan kinerja yang positif dan memastikan tidak ada kebocoran dalam pengelolaan PNBP,” tutup Herman.(pwk)
Editor: purwoko