WARTABANJAR.COM, BEIRUT – Kelompok Hizbullah berada dalam kondisi tertekan pada 21 September setelah serangan Israel di Beirut yang menurut pihak berwenang Lebanon telah menewaskan 31 orang.
Israel mengatakan serangan pada 20 September di pinggiran selatan ibu kota Lebanon menewaskan kepala pasukan elit Radwan Hizbullah, Ibrahim Aqil, dan beberapa komandan lainnya.
Baca juga:Tak Ada WNI Jadi Korban dalam Serangan Lewat Alat Komunikasi di Lebanon
Menteri Kesehatan Lebanon Firass Abiad mengatakan terdapat tiga anak-anak termasuk di antara korban tewas dalam serangan di ruang pertemuan bawah tanah pada 20 September.
Menurut wartawan AFP ledakan roket itu meninggalkan lubang besar di lingkungan padat penduduk di pinggiran selatan ibu kota.
Menyusul serangan sabotase terhadap perangkat komunikasi minggu ini yang menewaskan 37 orang di markas Hizbullah, serangan tersebut menimbulkan pertanyaan baru mengenai pengaturan keamanan kelompok yang didukung Iran itu.
Kejadian ini juga merupakan pukulan berat terhadap moral para pejuangnya.
Hizbullah menunjuk komandan kedua, Ahmed Mahmud Wahbi, dan mengatakan bahwa dia telah memimpin operasi kelompok tersebut melawan Israel sejak awal perang Gaza pada bulan Oktober hingga awal tahun 2024.
Mengonfirmasi kematian Aqil, yang dicari oleh Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam pemboman kedutaan besar AS di Beirut pada tahun 1983, Hizbullah memujinya sebagai “salah satu pemimpin besarnya”.
Ini adalah serangan kedua Israel terhadap kepemimpinan militer Hizbullah sejak dimulainya perang Gaza. Serangan Israel di Beirut pada bulan Juli menewaskan Fuad Shukr, seorang kepala operasi utama gerakan tersebut.