Hingga saat ini, kata dia, BMKG telah melakukan pemantauan GRK di enam lokasi.
Tiga lokasi sebagai daerah background (pengamatan udara bersih yang jauh dari pengaruh aktivitas manusia), yaitu Bukit Kototabang di Sumatera, Lore Lindu Bariri di Sulawesi, dan Sorong di Papua.
Dua lokasi sebagai representasi pengamatan daerah urban dilakukan di BMKG Pusat di Jakarta dan Cibeureum di Bogor.
Sementara itu di Muaro Jambi difungsikan untuk pengamatan jangka panjang interaksi yang kuat antara atmosfer dan ekosistem hutan di Sumatera dan pengamatan daerah yang terdampak oleh karhutla.
“Dengan peluncuran Tower 100 meter Pemantauan GRK Terintegrasi di Jambi ini, BMKG berharap dapat memberikan kontribusi signifikan dalam upaya nasional dan global untuk mengatasi perubahan iklim, mengurangi emisi GRK, maupun mendukung perencanaan pembangunan nasional berkelanjutan yang rendah karbon. BMKG mendukung penuh visi “Nusantara Baru untuk Indonesia Maju” dengan berkomitmen untuk terus mengembangkan infrastruktur dan teknologi pemantauan iklim dan gas rumah kaca yang canggih demi kesejahteraan bangsa, ” imbuhnya.
Dengan hadirnya tower ini, lanjut Ardhasena, BMKG telah meningkatkan infrastruktur pengukuran konsentrasi Gas Rumah Kaca secara nasional maupun global dan mengambil peran untuk penyediaan informasi siklus GRK secara komprehensif. (berbagai sumber)
Editor: Yayu