Jika dibandingkan dengan dua pemimpin sebelumnya, gelar baru itu terkesan tidak pantas dan bahkan terkesan sebagai pemujaan.
Di sisi lain, menurut seorang warga di Provinsi Ryanggang mengatakan terjadi kemarahan publik Korut karena menganggap kebijakan itu sebagai langkah yang tidak bijaksana di tengah kelaparan yang meluas di seluruh negara tersebut.
“Media memuji dia sebagai pemimpin yang luar biasa dan canggih, ‘seorang patriot yang tidak kenal takut yang menyebarkan martabat dan kekuatan (negara kita) ke dunia’, dan sekarang kita memanggilnya ‘Ayah’. Kebencian di kalangan muda semakin meningkat,” tutur warga itu.
Gelar terbaru untuk Kim Jong Un itu juga dinilai sebagai bagian dari upaya propaganda lebih luas yang mencakup lebih banyak visibilitas publik untuk penguasa dan keluarganya.
Sejak Oktober tahun lalu, Kim Jong Un banyak muncul di depan umum bersama putrinya, Kim Ju Ae, yang diyakini sejumlah pakar sebagai upaya melunakkan citranya dan mungkin mempersiapkan calon pemimpin wanita untuk generasi keempat dinasti Kim.
“Tampaknya itu menjadi upaya persiapan untuk menjadikannya sebagai bapak rakyat,” cetus warga setempat kepada RFA.
Kim Jong Un yang berusia 38 tahun ini tampaknya berupaya mengabadikan kultus kepribadian seperti mendiang ayahnya, Kim Jong Il, dan mendiang kakeknya, Kim Il Sung, yang sama-sama dipanggil dengan sebutan itu, namun pada usia yang lebih tua.
Pendiri Korut, Kim Il Sung, mulai menggunakan gelar itu tahun 1967 silam, ketika usianya menginjak 55 tahun.
Kemudian tahun 1992, warga Korut dengan usia termuda mulai memanggilnya ‘Kakek’.
Setelah kematiannya, Kim Jong Il, yang menggantikannya mulai menggunakan gelar ‘Ayah yang Terhormat’ pada usia 53 tahun.