4 Ketentuan Rukyatul Hilal, Menghitung Jumlah Ramadhan 29 Atau 30

    “Apabila hilal berada di bawah ufuk berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka rukyah hilal tidak bersifat fardhu kifayah dan keputusannya adalah istikmal,” tulis poin pertama (a) dalam Seputar Penentuan Idul Fitri 1444 H.

    1. Jika hilal teramati

    Jika hilal dapat teramati dengan posisinya yang sudah mencapai kriteria imkan rukyah (visibilitas hilal, kemungkinan hilal bisa teramati) yang dipedomani oleh NU, maka kesaksian perukyat tersebut dapat diterima.

    Dengan begitu, bulan berlaku isbat. Artinya, bulan hanya berumur 29 hari dan esoknya sudah mulai bulan baru.

    “Apabila hilal terukyah bil fi’li dan posisinya telah melebihi kriteria imkan rukyah Nahdlatul Ulama berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, maka kesaksian diterima dan berlaku isbat,” lanjut poin kedua (b).

    1. Jika hilal melebihi kriteria imkan rukyah

    Jika hilal telah melebihi kriteria imkan rukyah yang dipedomani NU, tetapi hilal tidak teramati di seluruh titik di Indonesia, maka berlaku istikmal.

    “Serupa dengan butir (b) di atas namun apabila hilal tidak terukyah bil fi’li maka berlaku istikmal,” lanjut poin ketiga (c).

    1. Jika hilal sudah tinggi

    Jika hilal sudah sangat tinggi, tetapi tidak teramati, secara hukum mestinya istikmal.

    Namun, jika berlaku istikmal akan berpotensi mengakibatkan umur bulan berikutnya hanya 28 hari. Karenanya, jika terjadi kondisi demikian, maka berlaku peniadaan istikmal, meskipun hilal tidak terlihat.

    “Apabila posisi hilal telah demikian tinggi berdasarkan minimal lima metode falak yang qath’iy, tetapi tidak terukyah, sedangkan bulan Hijriah berikutnya berpotensi terpotong menjadi tinggal 28 hari apabila terjadi istikmal, maka berlaku nafyul ikmal (diabaikannya istikmal),” lanjut poin keempat (d).

    Baca Juga :   Data Penderita HIV/AIDS di Kalsel Capai 786 Kasus

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI