WARTABANJAR.COM – Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) perlu dikaji ulang, dengan mempertimbangkan kembali konsep kemampuan (istitha’ah) yang menjadi syarat ibadah haji. Menurutnya, konsep ini mencakup kemampuan secara fisik (kesehatan) dan juga material (biaya haji).
“Rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1443 H/2022 M per jemaah haji reguler sebesar Rp86,5 juta. Biaya yang dibayar langsung jemaah haji, rata-rata sebesar Rp39,6 juta meliputi biaya penerbangan, sebagian biaya akomodasi di Makkah dan Madinah, biaya hidup (living cost), dan biaya visa. Artinya, lebih dari 50 persen biaya perjalanan haji masyarakat, ‘disubsidi’ dari nilai manfaat optimalisasi keuangan haji yang dilakukan oleh BPKH,” kata Ace kepada Parlementaria, usai melakukan pertemuan dalam rangka Kunjungan Kerja Reses Komisi VIIII di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (16/12/2022).
Dana subsidi itu, lanjut Ace, mencapai Rp46, 9 juta per jemaah, atau secara keseluruhan lebih dari Rp4,7 triliun. Dana tersebut untuk membayar komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi dan di dalam negeri. Menurut Ace, besarnya biaya subsidi ini perlu dikajii ulang dengan melihat dari dua dua perspektif, yakni dari aspek fiqih dan ekonomi, dalam hal ini adalah keuangan haji.
Baca Juga
Viral Gempa dan Tsunami akhir Desember, ini Kata BMKG
“Ada beberapa yang mempertanyakan soal -nya. Salah satu prinsip haji kan istitha’ah. Orang berangkat haji harus mampu karena dirinya sendiri bukan karena disubsidi oleh orang lain. Yang kedua, dari aspek ekonomi kalau biaya subsidinya terlalu besar maka ini dikhawatirkan bisa mengganggu sustainabilitas keuangan haji. Karena itu kita harus melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap biaya haji yang akan datang,” jelas Ace.