WARTABANJAR.COM – Saat ini pemerintah sedang menggodog pembatasan BBM jenis Pertalite, dengan berbagai skenario.
Hal ini bertujuan menekan tingginya subsidi BBM yang ditanggung pemerintah.
Terkait hal tersebut, YLKI menuliskan utas di Twitter yang perlu digaris bawahi:
Pembatasan Pertalite akan menimbulkan kerancuan pada tataran operasional, karena ada satu barang yang sama, kualitasnya sama, tetapi harganya berbeda-beda.
Berpotensi menimbulkan anomali, distorsi bahkan moral hazard.
Dari sisi konsumen, kebijakan pembatasan BBM juga akan memukul daya beli konsumen, khususnya pengguna roda dua, yang selama ini menggunakan BBM pertalite.
Sebab pengguna Pertalite jika bermigrasi ke Pertamax harus menambah Rp 5.500 per liter.
Kenaikan itu jauh lebih tinggi daripada kenaikan harga pertamaks itu sendiri, naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500, naik Rp 3.000/liter.
Secara politis, kebijakan ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk ambigu. Disatu sisi pemerintah tidak mau menggunakan terminologi kenaikan harga, tetapi praktiknya terjadi kenaikan harga, malah jauh lebih tinggi ditanggung pengendara sepeda motor saat Pertalite dibatasi.
Ada pun dari sisi ekonomi kebijakan ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk ketidakadilan ekonomi. Sebab yg banyak menikmati subsidi, adalah pengguna ranmor pribadi.
Sementara masyarakat yang benar-benar miskin, tidak bisa menikmati subsidi BBM jika tidak memunyai ranmor pribadi.
Secara teknis, kebijakan ini jika diterapkan sangat sulit pengawasan, dan menyulitkan petugas SPBU.