Periode pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela dilaksanakan selama 6 bulan (1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022) atau waktunya sangat terbatas. Untuk memanfaatkan segera akan kita bahas jawaban atas pertanyaan diatas (fasilitas dan manfaat yang diperoleh) jika mengikuti program pengungkapan sukarela:
1. Pajak bersih maksudnya setelah mengikuti program pengungkapan sukarela, maka akan mendapatkan fasilitas berupa tidak akan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2020 kecuali wanprestasi (kebijakan II).
Hal ini berarti untuk periode tersebut kewajiban perpajakan Wajib Pajak telah terhitung bersih, Wajib pajak tidak perlu menghadapi masalah hukum atau perselisihan apapun akibat kelalaian membayar pajak atau tidak akan ada lagi masalah perpajakannya dan tidak akan dilakukan pemeriksaan pajak.
2. Pajaknya akan lebih murah karena akan terlepas dari Sanksi Administrasi yang besar, yaitu 25 persen wajib pajak Badan usaha atau 30% bagi wajib pajak orang pribadi atau 12,5 persen bagi wajib pajak Tertentu (kebijakan I), dan aset yang kurang diungkap tidak dikenai sanksi 200%. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 pasal 18 pasal 1 mengatur dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan telah mengikuti Tax Amnesty kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, selanjutnya pada pasal 18 ayat 3 Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.
Bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki potensi masalah kurang memperhitungkan pajaknya atau telah menerima SP2DK (surat permintaan, penjelasan, atas data dan keterangan) untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2020, secara berturut-turut berarti 4 kali dengan tarif pasal 17 UU PPh No.36 Tahun 2018 atau harus melakukan pembetulan SPT tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2016 sampai dengan 2020.
Untuk memperoleh deskripsi lebih jelas atas efisiensi perpajakannya yang dapat dimanfaatkan jika ikut Program Pengampunan Pajak (PPS). Berikut ilustrasi perbandingan tarif SPT Tahunan dengan tarif PPS. Tarif PPh Tahunan orang pribadi pasal 17 UU PPh No.36 Tahun 2018 yaitu 5 persen sampai dengan 35 persen bervariasi sesuai besaram penghasilan, sedangkan tarif PPS yaitu antara 6 sampai dengan 18 persen, bervariasi sesuai kebijakan I atau kebijakan II; posisi harta dalam atau luar negeri; dan komitmen repatriasi/investasi atas harta yang diikutkan PPS. Hasil perbandingan diatas.
3. Ada fasilitas jaminan kerahasiaan PPS yaitu data/Informasi yang bersumber dari SPPH (surat pemberitahuan pengungkapan harta) dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kemenkeu atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP.
4. Ada surat keterangan pengungkapan harta bersih dari Ditjen Pajak (DJP) bagi Wajib pajak yang telah menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH). Didefinisikan pada Pasal 1 angka 18 PMK 196/2021, surat keterangan pengungkapan harta bersih adalah bukti keikutsertaan wajib pajak dalam program pengungkapan sukarela (PPS).
Selain manfaat ada resiko yang akan dihadapi jika tidak mengikuti PPS hingga Juni 2022 yaitu penegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan data ILAP yang dimiliki DJP. Jika Direkorat Jenderal Pajak menemukan aset yang belum atau kurang diungkap oleh Wajib Pajak yang tidak mengikuti PPS Kebijakan I atau mengikuti PPS kebijakan I namun tidak memenuhi persyaratan sehingga tidak diterbitkan surat keterangan oleh DJP, maka akan dikenai sanksi sebesar 200 persen sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang baru pertama kali mengikuti PPS namun melaporkan hartanya sebagian, juga akan dikenakan sanksi. Bila masih ada harta yang tidak diungkapkan dalam SPPH, maka dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 30 persen. Hal ini sebagaimana Pasal 11 ayat (2) UU HPP. Ditambah sanksi Pasal 13 (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Adapun cara mengikuti PPS, sangat mudah, dapat dimana saja dan tidak harus ke kantor pajak. Bisa dilakukan dengan cara online, yakni melalui situs www//pajak.go.id/pps. Pada website tersebut Anda login via NPWP dan pasword, kemudian pilih buat laporan, mengisi eform laporan SPPH terkait data harta, dan data utang yang akan diikutkan dalam PPS, selanjutnya input bukti pembayaran, dan setelah proses berhasil, ada pemberitahuan via email bawah WP telah mengikuti program PPS 2022.
Setelah mengetahui manfaat dan cara mengikuti PPS serta resikonya, kami mengajak, ayo segera manfaatkan momentum ini karena waktu pelaksanannya sangat terbatas hanya sampai dengan 30 Juni 2022. (*)
Editor : Hasby
*Setiap artikel menjadi tanggungjawab penulis