Artinya, lanjut Alissa, peran perempuan di NU bukan hanya peran domestik tetapi juga memiliki peran di ruang-ruang publik.
Dulu, perempuan dibatasi hanya pada zona di masing-masing badan otonom perempuan seperti Muslimat, Fatayat, dan IPPNU.
“Nah sekarang kita melihat bahwa ini sudah masyarakat kita sudah demikian integralnya antara laki-laki dan perempuan, sehingga ruang para Nahdliyyat ini tidak dibatasi hanya pada banom perempuan,” katanya.
Afirmasi peran perempuan itu, menurut Alissa, telah terlihat dan dirasakan pada gelaran Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Ia menjadi satu-satunya perempuan yang menjadi ketua komisi.
“Kemarin itu terafirmasi dengan posisi ketua komisi rekomendasi yang perempuan, yaitu saya. Saya menganggap itu sebagai afirmasi, tidak sekadar lewat tetapi memang sudah ada perspektif (soal peran perempuan) itu. Karena kita ingin agar pandangan-pandangan perempuan juga didengar dalam konteks NU secara umum,” pungkasnya. (*)
Editor: Erna Djedi