Ketika ibunya bertanya tujuan celengan itu dipecahkan, Faiz hanya menjawab bahwa uangnya sudah cukup untuk biaya mencari ayahnya.
Faiz mulai petualangannya mencari sang ayah.
Berawal dari kain yang ia percayai milik ayahnya, ia akhirnya terbang ke Banjarmasin.
Sesampainya di sana, ia bertamu ke sebuah rumah.
Setelah bercakap-cakap ringan dengan tuan rumah, Faiz menyampaikan maksud niatnya berkunjung.
Faiz memperlihatkan foto dari ponselnya dan mulai bertanya tentang sosok yang berada dalam gambar itu.
Sayangnya, tak satupun dari kedua orang tersebut mengenal ayah Faiz.
Saat Faiz mencoba memperlihatkan kain yang ia bawa yang dikiranya kain khas Banjar yaitu sasirangan, ternyata bukan.
Menurut tuan rumah, Kain tersebut seperti songket dari Padang, Sumatera Barat.
Tanpa berpikir lama, Faiz kembali berencana untuk langsung terbang ke Padang.
Beribu sayang, uangnya tidak cukup untuk membeli tiket pesawat.
Dengan bantuan tuan rumah, ia akhirnya mendapatkan tiket kapal untuk berlayar ke tujuan selanjutnya dengan harga yang lebih murah.
Nah, selama adegan di Banjarmasin, beberapa tempat di Kalsel pun ditampilkan seperti Bandara Syamsudin Noor, siring, pasar terapung, Pelabuhan Trisakti, dan gang-gang sempit di Banjarmasin.
Tak hanya itu, dialognya pun campuran menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Banjar.
Tak hanya itu, karena menampilkan nuansa kedaerahan selama pengembaraan Faiz keliling Indonesia, maka ditampilkan pula lagu-lagu, musik dan budaya masing-masing daerah.
Khusus Banjarmasin, ada lagu Ampar-ampar Pisang sebagai musik latarnya dan permainan tradisional anak Banjar.