WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Pelemahan dolar AS membawa dampak pada penguatan harga emas.
Emas menguat tipis pada akhir perdagangan Kamis pagi di Asia, karena pelemahan dolar mengimbangi imbal hasil obligasi pemerintah AS yang lebih kuat.
Dikutip wartabanjar.co dari Bisnis.com, investor tengah menyesuaikan posisi investasi mereka menjelang rilis data harga konsumen AS akhir pekan ini.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Februari di Comex New York Exchange naik US$0,8 atau 0,04 persen, ditutup pada US$1,785,50 per ounce.
Sehari sebelumnya, Selasa (7/12/2021), emas berjangka terkerek US$5,2 atau 0,29 persen menjadi US$1.784,70.
Emas berjangka merosot US$4,4 atau 0,25 persen menjadi US$1.779,50 pada Senin (6/12/2021), setelah melonjak US$21,20 atau 1,2 persen menjadi US$1.783,90 pada Jumat (3/12/2021), dan anjlok US$21,60 atau 1,2 persen menjadi US$1.762,70 pada Kamis (2/12/2021).
“Satu-satunya tekanan yang diperoleh emas adalah kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah, tetapi kenaikan imbal hasil cukup terbatas,” kata Phillip Streible, Kepala Strategi Pasar di Blue Line Futures di Chicago.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun yang dijadikan acuan menguat, meredupkan daya tarik emas.
Di sisi lain, indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya turun, membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Namun, kenaikan emas dibatasi karena Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa pengusaha AS mencatat 11 juta pekerjaan terbuka pada Oktober, hampir menyamai rekor tertinggi yang dicapai pada Juli dan tanda bahwa perusahaan-perusahaan cukup percaya perekonomian akan berkembang.