Rupiah Menguat ke Level Rp 14.319, Perkasa di Kawasan Asia

    Dilansir Bloomberg pada Senin (29/11/2021), kekhawatiran investor terhadap varian omicron telah membuat nilai tukar bergerak turun pada Jumat.

    MSCI Emerging Markets Currency Index menunjukkan defisit sepanjang tahun, penurunan tahunan pertama dalam 3 tahun terakhir.

    Namun, sejumlah bank sentral di negara berkembang sedang dilemahkan oleh kekuatan baru dolar jauh sebelum omicron ditemukan.

    Kebijakan moneter semakin ketat dialami oleh Korea Selatan, Rusia, hingga Brasil.

    Negara-negara ini tidak bisa berbuat banyak untuk membendung kerugian mata uang yang memicu inflasi.

    Sementara itu, negara-negara yang sudah menaikkan suku bunga acuan pada November seperti peso Meksiko, rand Afrika Selatan, dan forint Hungaria menjadi yang paling terpuruk.

    “Semua faktor yang membatasi visibilitas akan membuat pekerjaan lebih sulit bagi bank sentral. Namun, semakin banyaknya bank sentral negara berkembang yang mulai menyadari apakah inflasi sementara atau tidak, maka tidak relevan pada tahap ini,” ujar Manajer Senior Investasi Viktor Szabo.

    Menurutnya, meski inflasi disebabkan oleh gangguan pada rantai pasok, inflasi tetap dapat menekan mata uang.

    Kepala Strategi Pasar Berkembang Credit Agricole SA di New York, Olga Yangol mengatakan ancaman varian yang lebih serius juga dapat mendorong bank sentral seperti The Fed dan Bank Sentral Eropa (ECB) menjadi lebih dovish. Mereka perlu mengimbangi pengetatan yang lebih agresif di negara-negara berkembang.

    “Varian baru dapat memukul pasar berkembang dibandingkan dengan aset lainnya, utamanya mata uang beta tinggi seperti Amerika Latin dan Asia Selatan yang lebih sensitif pada sentimen risiko dan lebih mengekspos energi dan pariwisata, sektor yang paling terdampak pandemi,” ujarnya. (berbaga sumber)

    Baca Juga :   Polda Kalsel Beri Bantuan Usaha Mitra Deradikalisasi

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI