Roehana harus menghadapi beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi didampingi suaminya, seorang yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga.
Setelah beberapa kali persidangan tuduhan pada Roehana tidak terbukti, jabatan di sekolah Amai Setia kembali diserahkan padanya, tetapi dengan halus ditolaknya karena dia berniat pindah ke Bukittinggi.
Di Bukittinggi Roehana mendirikan sekolah dengan nama “Roehana School”. Roehana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali.
Roehana School sangat terkenal muridnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tetapi juga dari daerah lain.
Hal ini disebabkan Roehana sudah cukup populer dengan hasil karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting Melayu membuat eksistensinya tidak diragukan.
Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Roehana memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan menggunakan mesin jahit Singer.
Karena jiwa bisnisnya juga kuat, selain belajar membordir Roehana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya sendiri.
Roehana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.
Dengan kepandaian dan kepopulerannya Roehana mendapat tawaran mengajar di sekolah Dharma Putra.
Di sekolah ini muridnya tidak hanya perempuan tetapi ada juga laki-laki. Roehana diberi kepercayaan mengisi pelajaran keterampilan menyulam dan merenda.