“Jika memang harus menggunakan booster, dan bagaimana skema pemanfaatannya, ini tentunya memerlukan kebijakan. Ini akan kami konsultasikan di level pimpinan masing-masing kementerian,” sambungnya.
Kedua, pembacaan QR Code. Beberapa pekan yang lalu banyak dibahas mengenai QR Code sertifikat vaksin di Indonesia yang tidak terbaca oleh sistem yang ada di Saudi.
Ramadhan menyampaikan bahwa berdasarkan penjelasan dari perwakilan Telkom dalam rapat, yang terjadi sebenarnya bukan tidak bisa dibaca.
Sebab, hal itu sengaja dilakukan sebagai upaya menjaga keamanan data penduduk Indonesia. Kebijakan pengamanan data ini berlaku untuk semua negara.
“Dalam rapat kami membahas bersama bagaimana agar QR Code tersebut bisa terbaca dalam sistem di Saudi dan data apa saja yang bisa dibuka berdasarkan kebutuhan informasi pihak Arab Saudi. Dari contoh sertifikat negara yang sudah mengirimkan jemaah, data yang dibutuhkan umumnya sebatas, nama, no paspor, dan keterangan vaksin,” terangnya.
“Ini akan dibahas lebih lanjut antara Kemenag, Kemenkes, dan Telkom,” sambungnya.
Ketiga, alur visa. Seiring proses digitalisasi penyelenggaraan umrah, ada sejumlah alur yang mengalami penyesuaian, termasuk dalam penerbitan visa. “Kami akan mengidentifikasi sejumlah pertanyaan untuk kemudian kami bahas bersama dengan Dubes Arab Saudi di Jakarta,” terang Ramadhan.
Terakhir, lanjutnya, rapat juga membahas pentingnya penjajakan integrasi aplikasi Peduli Lindungi dengan Sistem Informasi dan Komputerisasi Terpadu Umrah dan Haji (Siskopatuh).