Tips Konsumsi Herbal atau Jamu untuk Penderita COVID-19 Tanpa Gejala, Bergejala Ringan Hingga yang Memiliki Sakit Lambung

    Pemerintah Thailand seperti dikutip dari Straits Times bahkan sudah menyetujui penggunaan Andrographis paniculata atau dikenal sebagai sambiloto.

    Tanaman ini berfungsi sebagai obat alternatif untuk mengurangi keparahan wabah dan menghemat biaya pengobatan.

    Pihak Kementerian Kesehatan Thailand mengatakan, ekstrak tanaman yang dalam bahasa Thailand disebut “fah talai jone” ini dapat mengekang virus dan mengurangi keparahan peradangan.

    Hasil uji pada manusia menunjukkan, kondisi pasien membaik dalam tiga hari pengobatan tanpa efek samping apabila obat diberikan dalam waktu 72 jam setelah terkonfirmasi positif.

    Sementara itu di Uganda yang memasuki gelombang ketiga kasus COVID-19, pemerintah setempat menyetujui penggunaan produk herbal buatan lokal yakni Covidex untuk COVID-19, walaupun ini belum mendapatkan persetujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Apoteker di Uganda, seperti dikutip dari VOA mengatakan tidak punya banyak pilihan karena obat yang diizinkan untuk penggunaan darurat di negara maju tidak tersedia di negara mereka.

    Direktur Eksekutif Otoritas Obat Uganda, David Nahamya menuturkan persetujuan penggunaan herbal itu mengikuti evaluasi ilmiah selama dua minggu tentang keamanan dan kemanjurannya.

    Menurutnya, produk herbal ini diformulasikan dari tanaman herbal yang telah digunakan secara tradisional untuk meringankan gejala beberapa penyakit.

    “Untuk lebih meningkatkan khasiat obat untuk kegunaan lain, NDA (Otoritas Obat Nasional Uganda) menyarankan produsen untuk melakukan uji klinis terkontrol acak, yang merupakan bukti tingkat tertinggi untuk memastikan klaim pengobatan apa pun,” tutur Nahamya.

    WHO sebenarnya pada Maret lalu berkonsultasi dengan para peneliti di sembilan negara Afrika, termasuk Uganda tentang penggunaan obat tradisional untuk COVID-19, tetapi menurut perwakilan WHO di Uganda, Dr. Solome Okware, Covidex tidak termasuk herbal yang dievaluasi.

    Okware mengatakan, WHO bekerja sama dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika, mengembangkan protokol untuk mengembangkan uji klinik guna menilai klaim pengobatan yang efektif untuk COVID-19.

    Menurut Okware, penggunaan produk untuk mengobati COVID-19 yang belum diselidiki secara kuat dapat berbahaya bila proses yang semestinya dilakukan tidak diikuti.

    Hal senada diungkapkan Asisten Profesor Peneliti di Arizona State University’ s Biodesign Center for Immunotherapy, Vaccines and Virotherapy, Jeffrey Langland.

    Dia mengatakan, herbal yang tampaknya bekerja untuk infeksi virus lain ini perlu diuji untuk melihat apakah juga tahan terhadap COVID-19.

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI